MODEL KOMUNIKASI MODERASI BERAGAMA PESANTREN DALAM MEMBANGUN MASYARAKAT GLOBAL
Model Komunikasi Moderasi Beragama Pesantren Dalam Membangun Masyarakat Global
Oleh : Dr. H. Acep Nuraleli, M.Ag
FAI Universitas Singaperbangsa Karawang
A. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam suku, budaya, bahasa, kepercayaan, adat istiadat dan sudut pandang berorientasi kedaerahan yang sangat beragam. Dalam perspektif yang lebih luas, masyarakat Indonesia memiliki budaya internalnya sendiri, sehingga memiliki kecenderungan internal dalam kategori sosial yang berbeda satu sama lain, termasuk keragaman gaya komunikasi dengan keragaman yang sangat tinggi antar daerah. Keberagaman agama, budaya, suku, dan agama di Indonesia dianggap sebagai modal dasar untuk mendukung proses pembangunan nasional.
Pembentukan karakter masyarakat merupakan unsur yang sangat penting dan harus ditanamkan agar masyarakat Indonesia mampu bersaing secara global. Fungsi pembangunan manusia juga diperankan oleh pendidikan agama berbasis Pesantren. Pesantren tidak hanya sebatas pendidikan agama santri, tetapi juga harus mampu menyalurkan bakat dan minat santri, sehingga lulusan pesantren dapat memiliki keahlian menghadapi globalisasi, terutama berperan dalam mencegah terjadinya perselisihan akibat sentimen keagamaan yang menonjol (Abidin, 2019). Kyai pesantren membumikan Islam dengan menciptakan budaya dan tradisi keagamaan yang dilakukan secara bertahap dan menjunjung tinggi kearifan lokal (Prasetyo & Anwar, 2021).
Secara teori dapat dijelaskan bahwa interaksi antara agama dan budaya dapat terjadi dengan cara: (a) Agama mempengaruhi budaya dalam pembentukannya, nilainya adalah agama, tetapi simbolnya adalah budaya. (b) Kebudayaan dapat mempengaruhi simbol-simbol agama, dan (c) Kebudayaan dapat menggantikan sistem nilai dan simbol-simbol agama. Perilaku yang berkembang di masyarakat mengungkapkan nilai-nilai agama dan tingkat keberagamaan yang telah berdialog dengan lingkungan dan budaya (Soares & Sudarsana, 2018). Dalam struktur pendidikan nasional, pesantren merupakan mata rantai yang sangat penting. Dalam sejarahnya, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat. Disinilah Peran pesantren sangat diharapkan untuk dapat berperan lebih memberikan citra yang baik mengajarkan dan memberi contoh implementasi Islam moderat. Namun karakteristik manajemen dalam komunikasi pesantren ini menjadi titik sentral dalam perkembangan ajaran pesantren
Model komunikasi yang baik ini diharapkan dapat meningkatkan hubungan antar umat beragama di Indonesia. Mengingat Indonesia merupakan negara yang majemuk, maka keragaman yang ada di Indonesia berpotensi menjadi penggerak pembangunan, namun karena komunikasi yang buruk berpotensi menyebabkan rusaknya hubungan harmonis antar umat beragama (Ferdian, 2018). Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu dilakukan penyuluhan dan pengelolaan manajemen komunikasi antar umat beragama
B. Strategi Komunikasi Moderasi Beragama Masyarakat Global
Setiap aktivitas manusia baik itu kegiatan sehari-hari, organisasi, lembaga, dan sebagainya tidak akan pernah lepas dari komunikasi, sehingga dapat dipastikan dimana manusia hidup, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, selalu berkomunikasi (Septiwiharti et al., 2019). Mengapa demikian ? Karena komunikasi merupakan kebutuhan hidup manusia. Tidak mungkin seseorang menjalani hidupnya tanpa berkomunikasi dan komunikasi itu sendiri merupakan elemen penting yang membentuk dan memungkinkan suatu masyarakat. Komunikasi merupakan dasar dari semua interaksi manusia, karena tanpa komunikasi tidak mungkin terjadi interaksi atau hubungan antar manusia baik secara individu, kelompok maupun organisasi (Asmara, 208). Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dinamis, berlangsung timbal balik antara komunikator dan komunikan, secara terus menerus memberi dan menerima akibat dari komunikasi tersebut (Kawangung, 2019).
Ada beberapa poin utama mengapa manusia harus berkomunikasi karena berbagai alasan, antara lain: (1) Orang berbicara tentang hubungan mereka di tempat kerja, bagaimana mereka terlibat, bagaimana kebutuhan untuk mengekspresikan energi mereka; (2) Orang berbicara tentang komitmen yang berhubungan dengan hubungan. Komitmen adalah syarat awal sebuah hubungan; (3) Orang berbicara tentang hubungan sebagai keterlibatan, terlibat bersama secara kuantitatif dan kualitatif dalam percakapan, dialog, berbagi pengalaman; (4) Orang berbicara tentang hubungan dalam hal manipulasi, misalnya bagaimana memonitor satu sama lain; dan (5) Orang berbicara tentang hubungan dalam hal pertimbangan dan perhatian (Zainal & Salloum, 2021)..
Pesantren sesuai tugas dan fungsinya sebagai lembaga pendidikan tradisional, tempat untuk mempelajari, menghayati, mengamalkan, dan memperdalam ajaran agama Islam yang menerapkan pentingnya moral keagamaan untuk membentuk kepribadian pelajar yang relijius, dan dapat menerapkan moderasi dan kerukunan umat beragama yang sesuai dengan moral dan kepribadian umat beragama. Instalasi penguatan paham Islam moderat dalam lembaga pendidikan Islam perlu dilakukan. Peran dunia pendidikan dapat diplot sebagai salah satu institusi yang dapat dioptimalisir untuk melakukan apa yang disebut dengan deradikalisasi. Peran pendidikan terutama yang dikelola oleh umat Islam diharapkan dapat melakukan peran tersebut, bersama institusi lainnya, sehingga wajah Islam di Indonesia tetap terlihat ramah, toleran, moderat, namun tetap memiliki martabat di mata dunia. Karenanya, lembaga pendidikan Islam memiliki andil dan peran yang sangat strategis bagi penguatan karakter moderat ini.
Program moderasi dan kerukunan beragama menjadi salah satu agenda strategis yang digunakan untuk meletakan segenap upaya guna mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara. Tanpa kerukunan yang baik maka berbagai program pembangunan bangsa tidak akan mencapai tujuannya. Pada tahap ini, kerukunan umat beragama harus diupayakan oleh semua elemen bangsa supaya terbentuk rasa sadar akan pentingnya karakter dan budaya rukun. Ada lima indikator akhlak mulia bangsa Indonesia yang berdaya saing global, yaitu: (1) Transendensi: yaitu menyadari bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan. Dari kesadaran ini akan muncul sikap penghambaan belaka kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kesadaran ini juga berarti memahami keberadaan diri sendiri dan alam sekitar sehingga mampu menjaga dan mensejahterakan; (2) Humanisasi: Setiap manusia pada hakekatnya sama di mata Tuhan kecuali ilmu dan ketakwaan yang membedakannya. Manusia diciptakan sebagai subjek yang memiliki potensi. Kemanusiaan yang adil dan beradab; (3) Keanekaragaman: Kesadaran akan banyaknya perbedaan di dunia. Namun, mampu mengambil titik temu untuk menumbuhkan kekuatan, Persatuan Indonesia; (4) Pembebasan: Pembebasan dari penindasan sesama manusia. Oleh karena itu, tidak dibenarkan adanya penjajahan manusia oleh manusia. Demokrasi yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; dan (5) Keadilan: Keadilan adalah kunci kesejahteraan. Adil bukan berarti sama, tetapi proporsional. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kerukunan umat beragama perlu ditingkatkan, salah satunya dengan menciptakan kader-kader kerukunan yang rencananya akan dibentuk guna membimbing, membina keharmonisan kehidupan keagamaan, dan dalam waktu yang sama sebagai mitra dari pemerintah dalam mendorong keterlibatan aktif umat untuk membangun bangsa dan negara. Islam moderat atau moderasi Islam adalah satu diantara banyak terminologi yang muncul dalam dunia pemikiran Islam terutama dalam dua dasawarsa belakangan ini, bahkan dapat dikatakan bahwa moderasi Islam merupakan isu abad ini. Term ini muncul ditengarai sebagai antitesa dari munculnya pemahaman radikal dalam memahami dan mengeksekusi ajaran atau pesan-pesan agama.
Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, seluruh lapisan masyarakat dituntut untuk saling menghormati, menghargai, dan menerima antar umat beragama. Di antara upaya yang dilakukan untuk membina kerukunan antar umat beragama di antara masyarakat yang ada didorong dan dilakukan antara lain :
a. Masyarakat diajak bekerja sama membangun tempat peribadatan tanpa membahas atau memperdebatkan kepercayaan yang dianut oleh masing-masing masyarakat. Ajaran yang dianut oleh masing-masing masyarakat harus layak untuk diamalkan dan diajarkan kepada setiap orang, bahkan tetangga yang berbeda keyakinan.
b. Membangun kesadaran masyarakat untuk saling mengenal, bertatap muka dan menjalin silaturahim satu sama lain dan tidak ada yang melarang umat beragama lain untuk melaksanakan hari raya dalam keyakinannya.
c. Berbuat baik dan antusias terhadap anggota komunitas lain.
d. Jika ada umat beragama lain yang tertimpa musibah, hendaknya saling membantu untuk membawa, merawat, dan menjenguk keluarga korban bencana dengan menyampaikan belasungkawa dan memberikan bantuan moril maupun materil.
e. Membiasakan berdiskusi atau bertukar pikiran dengan sesama umat beragama secara kultural, artinya setiap masyarakat diciptakan sama di muka bumi ini untuk saling memahami dan memahami apa yang terkandung dalam agama masing-masing.
Pesantren merupakan institusi pendidikan yang memiliki cara pandang dan corak pemikiran dan karakter tersendiri dalam mengelola pendidikan dan lingkungan sekitarnya. Moderasi beragama dapat ditunjukkan melalui sikap tawazun (berkeseimbangan), itidal (lurus dan tegas), tasamuh (toleransi), musawah (egaliter), syura (musyawarah), ishlah (reformasi), aulawiyah (mendahulukan yang prioritas), tathawwur wa ibtikar (dinamis dan inovatif). Indikator moderasi beragama terdiri dari (1) komitmen kebangsaan yang kuat, (2) sikap toleran terhadap sesama, (3) memiliki prinsip menolak tindakan kekerasan baik secara fisik maupun verbal serta (4) menghargai tradisi dan budaya lokal masyarakat Indonesia yang sangat beragam.
Manajemen komunikasi yang diterapkan oleh pesantren sangat indentik dengan interaksi sosial. Hal ini bermakna bahwa mengambil posisi yang tepat dalam situasi tertentu adalah suatu hal yang mesti diperhatikan. Di samping itu penting juga untuk menjalin kerja sama dengan komunitas agama lain tanpa mencampurnya dengan urusan pribadi. Ini merupakan sebagian alasan diperlukannya sikap professional dalam diri masing- masing. Manajemen komunikasi pesantren berada di dalam dan di antara sistem sosial. Hal tersebut menunjukkan bahwa manajemen komunikasi menitikberatkan kepada peran para pihak yang berperan di masing- masing sektor yang secara manajerial ditingkatkan berbagai potensinya untuk menggerakan komunitasnya. Peningkatan peran masing-masing elemen di dalam komunitas, sangat berdampak pada terciptanya ruang dialog antar pemeluk agama guna menciptakan suasana damai antar pemeluk agama di Indonesia
Model komunikasi yang baik sangat beragam, diantara model tersebut dikenal dengan evaluasi CIPP (Contect, Input, Process and Product). Model CIPP didasarkan pada 4 aspek utama, yaitu: (1) Konteks, komunikasi yang ditujukan pada sistem dan tujuan penyuluhan, kondisi aktual yang menjadi pertimbangan mengapa penyuluhan dilakukan dan dampak apa yang akan dicapai program dari program tersebut; (2) Input, input merupakan faktor yang menentukan kelancaran proses dan kualitas komunikasi dalam konseling. Beberapa masukan penting dalam penyuluhan adalah peserta penyuluhan, tujuan materi penyuluhan, metode, media komunikasi dan materi penyuluhan, sarana dan prasarana penyuluhan; (3) Proses, kegiatan atau partisipasi peserta yang mendengarkan materi, penggunaan media pembelajaran, suasana tempat penyuluhan, konsistensi materi dengan tujuan yang direncanakan, pola interaksi penyuluh dengan peserta penyuluhan; dan (4) Produk, yaitu hasil yang dapat dicapai peserta penyuluhan berupa penguasaan pengetahuan, keterampilan, atau berupa perubahan sikap. Untuk evaluasi aspek produk dapat dibedakan hasil yang dapat dilihat pada kemampuan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk hasil jangka pendek aspek perilaku biasanya masih pada taraf pengetahuan dan pemahaman, sedangkan untuk hasil jangka panjang dapat dilihat apakah hasil konseling sudah diterapkan pada aplikasi kehidupan sehari-hari.
Dari perspektif komunikasi, strategi manajemen sangat bergantung pada faktor komunikasi, atau pada bagaimana memanaj faktor komunikasi yang dalam terminologinya disebut dengan manajemen komunikasi. Berbagai faktor internal organisasi sangat terkait dengan faktor komunikasi untuk menjadi sebuah desain strategi komunikasi dengan bentuk luarannya adalah desain komunikasi organisasi. Manajemen komunikasi yang dibangun pesantren diangap sebagai kunci strategi manajerial karena kenyataan bahwa perannya menyiratkan pemilihan pesan yang terkait dengan tujuan pesantren yang ingin menciptakan karakter Islam moderat dalam diri peserta didiknya.
Pelaksanaan pembinaan dan penyuluhan moderasi beragama pada dasarnya merupakan bentuk perbaikan terhadap kelompok masyarakat sasaran. Dalam bentuk lain dapat pula berupa penanaman nilai-nilai dasar tentang penerapan agama masyarakat, oleh karena itu ada beberapa bentuk umpan balik, antara lain: (1) Umpan balik internal (umpan balik langsung dari komunikator sendiri) dan (2) eksternal. umpan balik yang langsung atau tidak langsung, berupa perwakilan, tertunda, kumulatif, dan melembaga. Keberadaan penyuluh pada dasarnya untuk memberikan bimbingan kepada masyarakat binaannya agar dapat mengevaluasi, dan mengarahkan masyarakat untuk membuka wawasan dan diharapkan dapat memberikan umpan balik yang baik bagi kehidupan masyarakat itu sendiri melalui media komunikasi.
C. KESIMPULAN
Model manajemen komunikasi di pesantren dalam peranannya dapat mengubah struktur, ide dan pemikiran dalam pembentukan masyarakat pluralis dengan terlebih dahulu mengembangkan hal tersebut dalam lingkungannya sendiri.Kegiatan pembinaan dan konseling manajemen komunikasi berfokus pada 4 faktor penting, yaitu: (1) Konteks; (2) Masukan; (3) Proses; dan (4) Produk. Hal ini didorong oleh beberapa faktor yang dapat mengoptimalkan karakter masyarakat yang berdaya saing global dengan tetap menjaga kerukunan antar umat beragama, di antaranya adalah: (1) pendidikan; 2) Toleransi terhadap perbedaan yang ada; 3) Terbuka dalam Sistem Masyarakat dan Pemeluknya; 4) Memiliki orientasi ke masa depan; dan 5) Menanamkan Nilai-Nilai Pengajaran Yang Memberikan Pelayanan Kepada Setiap Manusia.
Karena moderasi beragama adalah pilihan yang tepat dan sesuai dengan Pancasila di tengah maraknya gelombang ekstremisme dunia. Selanjutnya kita membutuhkan pemimpin yang dapat merangkul, dan pandai berkomunikasi dengan masyarakat lain yang berbeda keyakinan dan nilai, ini akan menjadi kekuatan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan agama. Setidaknya ada empat indikator moderasi yang terus, yaitu: (1) Toleransi, sikap dan perilaku yang menerima dan menghargai keberadaan orang lain serta tidak mengganggu keyakinannya dan memberikan haknya. untuk mengekspresikan keyakinan agama masyarakat lain; (2) Anti Kekerasan, moderasi beragama tidak membenarkan tindakan kekerasan untuk melakukan perubahan, baik kekerasan fisik maupun verbal; (3) Komitmen Nasional, yaitu komitmen terhadap Pancasila sebagai ideologi negara, UUD 1945 sebagai konstitusi, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk negara; dan 4) menampung budaya lokal di Indonesia yang multikultural dan multireligius.
REFERENSI
Abidin, Z. (2019). Manajemen Islamic Boarding School Perspektif Public Relations. An-Nahdlah, 5(2), 64-91.
Asmara, G. (2018). The principles of religious tolerance and harmony among the people of Sasak tribe in Lombok island, Indonesia. Journal of Legal, Ethical and Regulatory Issues, 21(1), 1-6.
Ferdian, F. (2018). Fungsi Forum Kerukunan Umat Beragama (Fkub) Dalam Sistem Sosial Penciptaan Kerukunan Umat Beragama Di Kabupaten Pasaman Barat. Islam Realitas: Journal of Islamic and Social Studies, 4(2), 136-147.
Kawangung, Y. (2019). Religious moderation discourse in plurality of social harmony in Indonesia. International journal of social sciences and humanities, 3(1), 160-170.\
Prasetyo, M. A. M., & Anwar, K. (2021). Karakteristik Komunikasi Interpersonal serta Relevansinya dengan Kepemimpinan Transformasional. Jurnal Komunikasi Pendidikan, 5(1), 25-39.
Septiwiharti, D., Maharani, S. D., & Mustansyir, R. (2019). The concepts of Nosarara Nosabatutu in the Kaili Community: Inspiration for religious harmony in Indonesia. Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, 4(2), 222-231.
Soares, F., & Sudarsana, I. K. (2018). Religious Harmony Among Senior High School Students Multicultural Education Case Study in the Cova-Lima District of East Timor. Vidyottama Sanatana: International Journal of Hindu Science and Religious Studies, 2(1), 154-162.
Zainal, A. Y., & Salloum, S. A. (2021, March). Business excellence in enhancing global competitive advantage in healthcare sector of UAE. In International Conference on Advanced Machine Learning Technologies and Applications (pp. 260-274). Springer, Cham